SIBUNGSU
Kisah ini kisah seorang anak perempuan yg dilahirkan
dikeluarga sederhana. Dia merupakan seorang siswi SMP X kelas 2. Ayah dan
ibunya bekerja sebagai PNS. Ia merupakan anak ke-4 dari 4 bersaudara dan ia
sangat senang dipanggil dengan sebutan anak bungsu. Dia memiliki 2 orang kakak
lelaki yang bernama dodi dan yogi dan satu lagi kakak perempuannya yang bernama
muthia.
Hidupnya terbilang bahagia karena tentunya sebagai anak
bungsu dialah yang selalu dimaja oleh kedua orangtuanya. Terlebih ayahnya, dia
sangat dan sangat menyayangi anaknya ini, namun tidak terlalu begitu terhadap
ibunya, karena ibunya lebih nampak perhatian kepada kakak sibungsu yaitu kak
muthia. Namun itu ridak menjadi masalah kepada sibungsu yg biasa dipanggil ica
oleh seluruh anggota keluarganya, karena menurutnya mendapatkan kasih sayang
sang ayah saja sudah bahagianya lebih dari cukup.
Ia idak pernah takut kehilangan kasih sayang ayahnya dari
kecil hingga dia SD. Walaupun satu sekolah dengan ibunya yg berprofesi sebagai
guru juga disekolahnya saja ayahnya tetap selalu mengantar dan menjemputnya,
padahal hal itu dapat dilakukan oleh sang ibu saja. Tidak jauh berbeda juga
saat dia SMP. Ayah selalu melakukan hal yang sama yaitu mengantar, menjemputnya
disekolah, bila terjadi masalah ayah juga yang selalu datang kesekolah dan
mengambil raforpun tetap sang ayah.
Suatu ketika tepatnya pada bulan ramadhan saat dia masih
kelas 2 SMP, ibunya mengatakan sesuatu hal yang seharusnya tidak ingin dia
dengar. Saat itu sibungsu dan kakaknya muthia sedang membantu sang ibu membuat
kue lebaran. “mama sebenarnya sekarang dilarang untuk membuat kue dulu, tapi
kalian selalu ingin melakukannya” kata sang ibu. “kenapa gitu ma? Membuat kue
ini kan juga bisa nambah-nambah penghasilan kita ma” kata kak muthia. “iya kata
dokter mama gak boleh duduk lama-lama kayak gini, bisa berbahaya. Mama kan
sedang hamil adik baru kalian” kata ibu menjawab. Terjadi keheningan sesaat
saat itu, sibungsu dan kakaknya muthia tidak bisa berkata apa apa. Nampaknya
mereka benar-benar terkejut mendengar jawaban dari sang ibu. Tidak heranlah,
mungkin mereka berfikir kenapa sang ibu hamil lagi? Bukankah itu akan
membahayakan dirinya karena umurnya terbilang sudah akan memasuki usia tua.
Namun tidak dengan fikiran sibungsu. Ia memang saat itu tidak dapat berkata
apapun namun didalam hati dan fikirannya dia muncul satu demi satu pertanyaan
yang mungkin tidak dapat ia temukan jawabannya. “sudah setua ini mempunyai anak lagi? Anak saja sudah 4 begini, mau
ditambah satu lagi jadi 5? Bukankah itu memalukan? Kalau sampai teman-temanku
tahu semua ini bagaimana? Apa yang harus aku isi dibiodataku nanti? Anak ke 4
dari 5 bersaudara? Apaa begitu? Belum lagi jarak umur aku daan anak itu nanti!
13 tahun? Sempurna sekali hidupku menurut mereka ha? Aku tidak mau pokoknya TITIK!!!”
omelan sibungsu dalam hati. Ia tidak sanggup mengatakan semuanya kepada
orangtuanya, karena dia juga berfikir itu bukanlah hak dia. Tapi dia tetap
tidak bisa menerimanya. Sudah berulang kali dia fikirkan bahkan ribuan kali
tapi tetap 2 pernyataan yang dapat disimpulkan dari semua pertanyaan dia yaitu MALU
dan TAKUT KEHILANGAN KASIH SAYANG ORANGTUANYA!
Semenjak hari itu, ia merasa aneh dalam keluarganya itu.
Satu per satu semua keluarga sudah hampir tahu akan kehamilan sang ibu. Dia
semakin lama semakin marah, tidak terima dengan semua keadaan ini. Melihat
abang-abang dan kakak nya yang begitu perhatian kepada sang ibu juga terlebih
sang ayah. Semenjak saat itu ia merasakan dunia ini semakin tidak adil dengan
dirinya. Sibungsu marah dan marah, ia tidak pernah dan sama sekali tidak ingin
memperhatikan ibunya lagi. Tidak pernah ada rasa peduli kepada sang ibu lagi.
Hari demi hari berlalu begitu saja, tentunya perut sang ibu
semakin lama semakin membesar. Ia merasa malu dengan semua itu. Bahkan satupun
dari teman-temannya disekolah tidak ada yang tahu tentang adik barunya itu. Dia
selalu menyembunyikannya, hingga tidak ada satupun dari teman-temannya lagi
yang dibolehkan bermain kerumah. Ketidak pedulian terhadap ibunya pun mungkin
semakin nampak oleh semua orang terlebih sanak saudaranya. Karena apa? Karena setiap
kali ibunya meminta tolong, dia selalu membantahnya dan mengelak. Ibunya pun
mungkin dapat merasakan hal itu sehingga ibu juga tidak terlalu sering meminta
bantuannya karena mungkin juga takut anaknya ini menjadi anak durhaka. Sanak
saudaranya pun satu persatu mulai mencoba menasehatinya dan salah satunya adik
dari mamanya yaitu tek liza berkata pada sibungsu “ica kenapa kayak gini? Ica
mau durhaka sama mama ica? Ica gak takut dosa? Ica tu udah besar, dan harusnya
ica bisa bantu-bantu mama yang sekarang ini lagi hamil, bukannya malah gak
peduli sama mama ica”. “suka-suka ica lah. Emang salah ya kalau ica gak mau
punya adik lagi tek?” balas sibungsu bertanya. “gak salah ca, tapi mau diapain
lagi sekarang. Semuanya kan udah kejadian. Waktu kan gak bisa diulang. Emang
salah ya mama ica pengen punya anak lagi?” kata tek liza bertanya. “etek mau
tau salah mama dimana kan? Salah mama, kenapa mama itu gak ngomong dulu kalau
dia mau punya anak lagi? Etek kira ica gak kaet kalau tau mama hamil lagi? Etek
tau gak berapa jarak umur ica sama anak itu? Etek juga tau gak mama ica itu
udah punya anak keberapa? ica malu tek, MALU! Mereka ga pernah kan mikirin
perasaan ica? Apa yang mesti ica bilang ke orang-orang, etek gatau kan? Yaudahlah
etek kan gak tau apa-apa soal ini, jadi gausah deh sok-sok mau nasehatin ica. Ica
tau kok apa yang ica lakuin. Jangan anggap ica ni anak kecil lagi!” kata
sibungsu berkata tanpa henti. Mungkin tampaknya semua sanak saudaranya menyerah
dengan sibungsu, mereka tidak terlalu mementingkan sibungsu yang tidak karuan
itu lagi. Semua orang hanya banyak diam bila didekat sibungsu. Sibungsu pun
tidak mempermasalahkan hal itu, karna menurutnya akan ada hal penting lagi yang
menjadi masalah besarnya! Ya.. calon adiknya! Tampaknya dalam dirinya telah
tumbuh rasa benci dan rasa iri pada calon adiknya itu. Ia juga benci saat ayah,
ibu dan kakak-kakanya membicarakan tentang nama untuk sang bayi. “anaknya
perempuan” itulah kata dokter. Sempat sepintas sibungsu juga memikirkan tentang
calon adik perempuannya itu, ia ingin bermain juga bersamanya, memberikan nama,
menjaganya, dan ingin si adik cantik bersih. Namun semua itu tidak ada artinya
lagi pikir sibungsu bila ayah dan ibunya juga saudara-saudaranya akan lebih
menyayangi siadik. Ia takut.. takut sekali.. . hari demi hari pun berlalu
begitu cepa dan tanpa terasa siibu sekarang telah berada dirumah sakit untuk
bersalin. Sayangnya ibu tidak bisa melahirkan normal, itu memang siibu telah
mengetahuinya dari awal karena umurnya yang tidak memungkinkan. Satu hari
berada dirumah sakit ibu baru melaksanakan operasi, ini kali pertama ibu
operasi, karna anak sebelum-sebelumnya dilahirkan secara normal termasuk
sibungsu. Sibungsu sama sekali tidak ingn menengok ibu dirumah sakit, ia hanya
mendengar kabar saja bahwa ibu telah berhasil melahirkan adiknya yang ternyata
adalah laki-laki, sama sekali tidak menyenangkan dan tdak pula menyedihkan. Ia hanya
berfikir “baguslah ibu dan anak itu selama” lalu tersenyum datar.
Sehari... dua hari... dan tiga hari..
Tiga hari sudah ibu dirumah sakit, dan ica sama sekali tidak
pernah menengok ibunya. Satu demisatu pun sanak saudara menyuruhnya datang
melihat keadaan ibunya yang telah sedih melihat anak bungsunya itu sama sekali
tidak mempedulikan dia. Dari abang-abangnya, kakaknya, juga bahkan ayahnya
telah menyuruhnya menengok ibu. Namun dia tetap berrsikeras tidak bisa sebab
alasannya tidak akan ada yang menjaga rumah bila dia pergi. Dan di hari keempatlah
baru sikakak paling tua yaitu bang dodi sangat marah dan menghardik sibungsu
itu, dan mengantarkannya kerumah sakit dengan paksa. Tidak ada yang dapat
diperbuat sibungsu kecuali hanya pasrah dan mengikuti kata abangnya itu. Akhirnya
ia bertemu dengan ibu, namun percuma juga karna dia sama sekali tidak peduli
dan hanya melihat ibbinya sejenak, namun sayangnya saat iu dia tidak dapat
melihat siadik sebab siadik telah dibawa suster untuk tidur dirunag bayi. Cukup,
akhirnya sibungsu pulang bersama abangnya.
Ternyata hari berikutnya si ibu telah diperbolehkan pulang. Ibu
pulang dengan membawa adik sibungsu itu. Tetap saja, sibungsu tidak peduli.
Tiga bulan berlalu ketidakpedulian sibungsu terhadap
keluarganya. Si ibu yang seorang guru pun harus kembali pada rutinitasnya seperti
biasa untuk mengajar. Mau tidak mau, si adik harus dititipkan pada neneknya. Sehari..
duahari.. sibungsu hanya melihat bagaimana neneknya merawat adik tersebut. Mungkin
juga karena kasihan melihat sinenek yang letih, sibungsu diam-diam mulai
membantu nenek dan merawat adiknya itu. Tidak banyak yang dapat dibantunya,
namun lama kelamaan dia tidak dapat lagi untuk tidak peduli kepada adiknya itu,
dia bahkan tidak bisa seharipun tidak melihat adiknya.
1 bulan berlalu.. dia sekarang malah sangat menyayangi
adiknya itu, namanya daffa. Sibungsu bahkan rela pulang sekolah langsung pulang
kerumah demi menjaga adiknya itu. Dan hari demi hari juga sibungsu pun rela
memberikan gelas “sibungsu”nya itu kepada adik tersayangnya. Sempat ia berfikir
kenapa dulu ia begitu membenci ibu dan adiknya ini? Padahal mereka adalah harta
paling berharganya. Ibu? Semua orang juga tau kenapa dia sangat berharga. Namun
adik menurutnya adalah malaikat hidupnya. Kecil dan tak berdosa, jadi apa
alasan yang membuat dia harus membenci si adik? Alasan yang tidak logis adalah
yaitu dia malu, dan alasan yang logis adalah dia takut kehilangan kasih sayang
keluarganya. Wajar saja, bagaimana tidak.. jangankan keluarganya, dia saja
sekarang ini rela mati demi adiknya, betapa rasa sayang nya kepada siadik itu? Pastinya
sangat besar. Rela mati saja dia mau, apalagi rela diambil kasih sayang ayah
dan ibu, dan rela memberikan gelar “sibungsu” pada sang adik.. itu adalah hal
yang kecil yang akan dia lakukan. Karena inilah hidup.
TAMAT:)
1 komentar:
kisah hidup bana ma
Posting Komentar