Ayah..
Ingatkah kau dulu? Kau yang dulu adalah orang yang selalu
menyayangi dan melindungi ku.. aku begitu ingat semua kejadia yang kulalui
bersamamu. Betapa tidak, kau dulu adalah orang yang sangat teramat kusayangi
dan kuhargai.
Aku ingat, dulu.. kau selalu ada disisiku saat kubutuh. Kau
bahkan rela menampar anakmu sendiri yang kusebut “abangku” karena dia telah
membuatku menangis, padahal dulu aku hanya berpura-pura menangis. Padahal dulu
itu dia tidak sama sekali menyakitiku.. dia juga menyayangiku sama seperti kau,
tetapi dia selalu memperlihatkan kasih sayangnya dengan selalu mempermainkanku.
Karena aku lelah dulu.. makanya aku menangis ayah.
Aku juga ingat.. dulu.. diantara kita sama sekali tidak ada
rahasia. Aku selalu mennceritakan masalahku kepadamu, juga hari-hariku. Dulu..
bahkan bunda saja juga tidak tahu beberapa rahasia yang kita miliki. Aku
membatasi diri kepada bunda, karena kupikir bunda juga lelah menghadapi 3
anaknya yang lain. Makanya aku jarang menceritakan segala hal kepada bunda..
Aku juga ingat, dulu.. ayah juga sering mengantar jemputku
disekolah, setiap hari malah. Aku selalu kau gendong setiap pulangnya. Walau
itu hanya berlangsung sampai aku sd, tidak saat smp. Lalu kau ingat juga tidak?
Setiap pulang kerja, setiap malam.. baru diambang pintu.. kau langsung
memanggil namaku ayah selalu. Apalagi saat kau berpergian jauh dan tidak pulang
selama beberapa hari. Kau rindu aku, aku pun juga rindu kau. Aku ingat, saat
kau memanggil namaku, aku selalu berlari menghampirimu dan kau mengembangkan
kedua tangan mu untuk menangkapku, lalu kau menggendongku, kadang
memperlihatkan sesuatu yang kau bawa dari luar. Kau tidak pernah melupakanku.
Bahkan seseorang yang kusebut “kakakku” merasa iri kepadaku, karena ayah hanya
mengingat ku dan tidak mempedulikannya. Berulang kali ayah menjelaskannya
kepada kakak, agar dia mengerti. Tapi aku tidak tau, apa yang telah dijelaskan
ayah.
Aku ingat, dulu.. waktu aku telah beranjak remaja, saat aku
memasuki smp, ayah masih tetap menyayangiku. Walau saat itu telah ada sedikit
jarak diantara kita. Tapi ayah tetap meluangkan waktunya demi aku. Selalu.
Terlebih saat aku ada masalah. Padahal aku tau, saat itu ayah sedang
sibuk-sibuknya. Tapi aku selalu menganggunya. Aku juga bangga saat pembagian
rafor. Kenapa? Bukan karena aku selalu mendapat juara, bukan. Tapi karena ayah
lah yang selalu datang mengambilnya. Selalu diluangkannya waktu, padahal dia
tau, aku tidak akan pernah membuatnya bangga dengan nilaiku yang standar.
Kenapa aku bangga? Karna aku melihat teman-temanku yang mengambilkan rafornya
adalah ibu.. tapi tidak dengan aku. Ayahlah yang selalu mengambilnya. Dirumah
pun, kadang ayah mengada-ada cerita tentang nilaiku kepada ibu. Dia membuat
seola-olah aku ini membanggakan. Ya, itulah ayah. Aku selalu menyayanginya dan
akan terus menghormatinya.
Tapi saat itu tiba.. saat dimana semuanya berubah. Saat
adikku lahir. Semuanya berubah. Tidak seperti dulu.. lagi. Ayah lebih
memperhatikan adikku itu. Sangat menyayanginya. Aku iri, aku tidak ingin semua
berubah. Dia “adikku” mengambil posisiku itu. Aku tidak rela. Tapi... ayahlah
yang berubah. Semakin jauh jarak diantara kita. Ayah semakin jarang
memperhatikanku. Berkomunikasipun jarang. Seadanya. Sampai suatu saat.. saat
aku dimarahinya.. dihardiknya.. diacuhkannya.. sebenarnya aku telah biasa
dengan sikap itu karena bunda. Tapi ini... ayah...
Aku tidak biasa diperlakukan seperti itu oleh ayah,
sungguh.. aku tidak bisa.. saat itu aku menangis. Seolah-olah ayah melakukan
kekerasan terhadapku. Bahkan kakakku sendiri saja mengatakan aku terlalu
berlebihan sampai menangis. Kadang aku berfikir, kenapa bunda melakukan hal
yang sama seperti ayah aku tidak menangis? Tapi saat ayah melakukannya aku
menangis.. kenapa? Saat itu aku benar-benar melihat perubahan ayah. Ayahku yang
dulu... telah berubah. Apa karena adikku?
Dan tibalah saat itu.. saat dimana aku tidak lagi melihat
ayahku yang dulu.. saat pembagian rafor. Aku ingat, dulu tanpa aku minta, ayah
yang datang kesekolah menjemput raforku. Tapi saat itu aku memohon untuk ayah
datang.. dan ayah tidak ada waktu. Bunda pun saat itu juga sama tidak ada
waktu. Aku muak, dan aku tidak peduli. 2 kali penerimaan raforku yang terakhir
bukanlah orangtuaku yang menjemutnya. Yang perrtama adalah adik mamaku. Dan
yang kedua adalah abangku.
Jujur aku tidak sanggup, tapi kakakku mengatakan sesuatu hal
kepadaku. Sesuatu hal yang membuatku dapat mencoba untuk memulai semuanya tanpa
kasih sayang ayah lagi. Semua orang memang akan berubah. Begitu juga aku dan..
ayah. Hidup ini memang keras. Dan ini adalah saat yang baru dinamakan kehidupan
dalam hidupku selama ini. Tanpa kasih sayang ayah, hidupku tidak akan berhenti
sampai disini. Akan kubuat ayah memandang ku lagi, tapi tidak seperti dulu..
tidak seperti anak yang dalam gendongannya dulu.. ayah akan melihat anaknya
yang tersenyum bahagia mencapai kesuksesan untuk membahagiakan ayah dan
bundanya.. aku berjanji ayah.
0 komentar:
Posting Komentar