Sabtu, 14 September 2013

Wanita Dikegelapan

Suatu saat, aku melihat sesosok wanita dikegelapan itu.. wanita yang dulu, wanita yang terlebih dahulu jatuh ditempat ini. Bukankah... bukankah dia sudah pergi dan menghilang dari tempat ini?  Bukankah begitu yang telah terjadi? Tuhanku, apa yang sebenarnya terjadi tuhan? Apa rencanamu sebenarnya, aku yakin Kau tahu semua ini bukan? Sungguh tuhan aku tidak mengerti.. sungguh.
Dia tidak menghilang, sesosok wanita yang kukenali itu tidak pernah menghilang dari tempat ini.. tidak pernah. Aku lah yang telah melupakannya karena terlalu bahagia dengan cahaya indah itu, sehingga melupakannya yang selalu melihatku, yang sebenarnya telah mengambil posisinya. Aku melupakannya, dan dia tidak pernah menghilang.
Perlahan demi perlahan cahaya itu datang, tapi bukan kepadaku lagi.. namun pada sesosok wanita yang kukenali itu. Aku melihatnya, tapi aku tidak dapat berbuat apapun. Aku hanya dapat melihat. Aku ingin rasanya merebut cahaya itu darinya, tapi mungkinkah? Mungkinkah aku dapat tega merebutnya kembali, untuk yang kesekian kalianya? Itu tidak akan mudah dan tidak akan pernah mudah untuk kulakukan. Pertama karna aku tidak yakin cahaya itu ingin bersama ku kembali setelah goresan yan telah kuukir diruangan itu? Kedua sebagai wanita, aku juga tidak akan pernah tega pada wanita itu. Sebab dia adalah temanku. Bagiku cukup sekali aku menyakitinya. Cukup
Aku mencoba membiarkannya mengambil lagi yang memang hak nya. Dia pantas memiliki cahaya itu. Karna menurutku dia dan cahaya itu memang berjodoh. Mengapa tidak bersama ku saja cahaya itu kembali, mengapa? Karna memang dia bukanlah takdirku.. cahaya itu.. sebenarnya aku menginginkannya. Ternyata melihat wanita itu kembali memiliki cahaya indah itu dikejauhan membuatku sangat sakit, entah itu dari mana datang sakitnya. Aku terasa sesak bernafas saat itu, sesak sekali. Aku kehilangan udara diruangan itu. Melihat sang cahaya indah berusaha kembali pada wanita itu aku merasa mereka memang.. memang, entahlah.  Aku sendiri sampai tidak bisa berfikir dan merasakan apa yang kurasa sebenarnya.
Wanita itu.. dia adalah temanku. Aku ingin dia bahagia. Kenapa? Karena dulu aku pernah merebut kebahagiaanya. Sekarang apa yang kulakukan? Mau merebut kebahagiaannya lagi? Begitu? Aku berjanji tidak akan melakukan hal bodoh itu lagi untuk yang kesekian kalinya. Entah kenapa aku ingin dia bahagia. Entah perasaan itu dari mana munculnya, aku juga tidak tahu. Dari awal aku merebut cahaya indah itu, telah muncul perasaan itu terhadapnya. Sampai detik ini aku hanya menyimpulkan itu hanya perasaan bersalahku terhadapnya.
Berfikirlah.. sekarang aku hanya bisa diam dan melihat cahaya indah yang dulu sempat kurebut dan bersamaku dengan bahagia yang kurasa kini telah kembali kepada sesosok wanita yang kukenali itu.. memang, memang sebenarnya itu adalah hak nya. Apa yang dapat kulakukan sekarang tuhan? Bunda dimana kau? Ayah, apa sebenarnya yang terjadi? Aku menginginkan cahaya itu kembali, menemaniku dikegelapan ini.. aku membutuhkannya. Tapi aku tidak bisa biarkan wanita yang kukenali itu menderita kembali sama seperti ku sekarang. Aku tidak menginginkannya bersedih, entah kenapa. Aku ingin dia juga bahagia. Tapi tuhan, bunda, ayah........ bagaimana denganku? Apa yang kulakukan sekarang? Aku juga sakit disini, menderita dengan perasaan ini, bahkan juga korban dalam kecelakaan ini. Apa aku harus membiarkan nya bahagia bersama cahaya indah itu, sedangkan aku disini bersedih dengan kegelapan ini? Ya tuhan, bunda, ayah bantu aku.. ku mohon....
Namun dulu? Dulu.. bagaimana bisa sesosok wanita yang kukenali itu dapat bertahan melihatku bahagia bersama cahaya indah yang telah kurebut darinya? Bagaimana bisa? Sedangkan dia juga tahu aku adalah temannya.. aku merampas kebahagiaan yang seharusnya menjadi hak nya, aku menyingkirkan wanita itu dari posisinya, aku membiarkannya melihatku dengan kegelapan itu, bahkan aku mempertontonkan kepadanya bgaimana aku bisa bahagia bersama cahaya indah itu.. bagaimana aku dapat melakukan semua itu? Bagaimana bisa? Didepannya? Tanpa sepengetahuanku dia menderita.. aku membiarkannya tercampakkan dan aku melupakannya.. itulah yang telah kulakukan terhadapnya. Sesuatu yang telah diluar kendaliku.. itulah yang selalu kulakukan bila bersama cahaya itu. Sejahat itukah aku selama ini? Menikung temannya sendiri? Pantaskah aku disebut “teman”?
Sekarang, setelah lama aku berfikir untuk semua ini, akhirnya aku menemukan jawaban untuk semua pertanyaan bodohku itu. Aku tidak tahu apakah yang kulakukan ini akan benar atau tidak, karena itu hanya tuhanlah yang tahu. Sekarang aku hanya akan melakukan sesuatu yang menurutku adalah benar. Dari awal itu bukanlah cahaya indah kepunyaanku, itu adalah milik wanita itu, temanku. Aku merebutnya. Aku bahkan membiarkan wanita itu menderita. Bahkan aku melupakannya. Cahaya indah itu tidak bisa kukendalikan. Bersama cahaya indah itu aku banyak melupakan segala hal. Lalu apa? Aku bahkan menggoreskan luka pada ruangan itu. Aku menginginkan cahaya itu karena aku membutuhkannya. Bukan untuk menikmati cahaya yang indah itu. Aku hanya butuh cahaya untuk kegelapan yang kubenci ini. Inilah yang salah pada diriku, aku memikirkan diriku sendiri. Aku egois, aku pun juga munafik. Aku tahu itu. Dan sekarang... wajarlah aku mendapatkan pembalasan dari segala yang telah kuperbuat. Itu biasa disebut orang adalah “karma”. Ya, karma. Aku bahkan tidak mengerti akan hal itu. Tidak, sama sekali tidak mengerti. Jujur, aku tidak percaya dengan karma, tapi itu sebenarnya adalah takdirku. Ya, anggap saja aku percaya. Ya, karma. Aku telah bersalah pada wanita yang kusebut “temanku” dan ruangan ini. Aku tidak sepantasnya disini. Tapi bagaimana aku bisa keluar? Aku ingin keluar dari sini. Aku harus pergi dari tempat ini. Karna aku juga menginginkan wanita itu bahagia sepenuhnya, tanpa ada yang dipedulikannya. Karna wanita itu melihatku.. aku tidak tahu apa yang difikirkannya. Tapi aku yakin dia juga ingin bahagia bersama cahaya itu kembali. Jujur, aku telah tersenyum. Tapi wanita itu tidak melihat senyumanku. Dia masih ragu untuk menjangkau cahaya indah itu. Aku memutuskan untuk pergi juga karena aku tidak ingin menderita didalam ruangan idengan kegelapan, aku membencinya. Aku benci ruangan ini. Kenapa? Karena sampai sekarang ruangan tidak meperlihatkan pintu keluar dari sini. Ruangan masih menyembunyikannya. Ruangan ini tidak membiarkanku pergi. Kalau hanya dengan diam dan melihat bersama kegelapan saja, sampai kapan pun aku tidak akan pernah bisa keluar dari sini dan mendapatkan cahaya yang lebih indah yang akan lebih bahagia lagi. Aku harus melakukan sesuatu hal. Ya, harus. Tapi.. apa? Bahkan aku sendiri tidak tahu aku berada diposisi mana dari ruangan ini.. lalu bagaimana aku bisa menemukan jalan?
Aku percaya kata hatiku.. kata “hanya waktu yang dapat menemukan jalannya, terus dan teruslah berjalan.. karena jalan itu ada. Akan ada. Ya, ada.”


*tamat

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blog Template by YummyLolly.com